Subscribe Us

Pengaruh Transmigrasi Bagi Masa Depan Papua





      Kata pastor Muda papua “Honaratus Pigai’Pr

                     WATIYAI VOICE.COM
                
Bagi kita orang Papua mendengar kata transmigrasi sudah tidak asing lagi, karena kita seringkali mendengarkan orang mengucapkannya atau kita menemukannya dalam buku yang kita baca atau mungkin kita sendiri juga mengungkapkannya. Bahkan mungkin kita sendiri melihat dengan mata dan kepala atas realitas/fakta terjadinya transmigrasi itu sendiri.

Dalam cacatan singkat ini, kami ingin memaparkan pengaruh trasnmigrasi bagi masa depan budaya Papua. Hal yang membuat tranmigrasi perlu dipaparkan, karena jelas bahwa para transmigran memiliki budaya yang lain/sendiri, yang sangat berbeda dengan budaya orang asli Papua. Pertanyaan yang sungguh menggugah hati adalah apakah budaya Papua akan bertahan dengan adanya transmigrasi ini? Atau akan hilang tak berbekas seiring dengan perjalanan waktu dan dengan bertambahnya para trans yang datang dari berbagai daerah dengan latar belakang budaya yang berbeda.

Pemerintahan Papua mesti menyadari akan budaya, yang adalah jati dirinya. Ia jangan dengan semena-menanya sendiri mengizinkan para trasnmigrasi di Papua. pemerintah yang adalah salah satu tokoh yang mengizinkan transmigrasi, membuat budaya Papua yang sebagai dirinya terancam. Karena para transmigran tidak akan menghidupkan budaya lokal lagi, melainkan mereka akan membawa budaya mereka, bahkan budaya luar lainnya yang membuat orang Papua terinstan di dalamnya. Kesadaran ini perlu ditumbuh kembangkan dalam diri pemerintah Papua yang adalah orang Papua dan berbudaya, dan menolak segala sesuatu yang membahayakan dan mengancam budaya Papua.

Sejarah Singkat Transmigrasi

Pengolahan transmigrasi sudah sejak tahun 1950, pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Pengolahan ini diberi nama kolonial, atas usulan H.G Heyting pada saat itu menjabat sebagai Asisten Residen Sukabumi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan  yang sekaligus sebagai tujuannya, bahwa kepadatan penduduk di Jawa semakin meningkat dan lapangan kerja pun semakin sulit. Maka perlu adanya keseimbangan, sehingga kolonialisasi pertama dilakukan pada tahun yang disebutkan di atas, yakni dari pulau Jawa ke Gedung Tataan Keresiden Lampung, untuk kemudian dimigrasikan ke Papua.

Kolonisasi bukan hanya dilakukan oleh pemerintahan Belanda, melainkan juga oleh pemerintahan Jepang. Saat mereka menduduki indonesia pada tahun 1943. Sementara Pemerintahan Indonesia sendiri baru melaksanakan kolonialisasi pada masa-masa awal kemerdekaannya. Alasan utamanya adalah untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa. Pada masa ini pula kolonialisasi di ganti dengan nama transmigrasi.

Transmigrasi sebagai suatu sebagai suatu hal penting yang ditandaskan oleh dua tokoh yang adalah orang nomor satu di Indonesia saat itu, yakni Bung Karno yang menjabat sebagai Presiden Repiblik Indonesia dan Bung Hatta yang menjabat sebagai wakilnya. Masalah trans migrasi dalam Tulisan Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA. Dengan judul Transmigrasi, Pembaruan dan Integrasi nasional, sangat dijelas dituangkan. Seperti ditulis untukapan Bung Karno seperti berikut ini: “transmigrasi adalah mati hidupnya kita, transmigrasi harus menjadi masalah nasional, gerakan nasional, gerakan masyarakat dalam pengintegrasian antara pemerintah dan rakyat secara terorganisasi. Transmigrasi adalah garis hidup kita, dan garis hidup bangsa Indonesia”. Hal senada juga diungkapkan oleh Bung Hatta “transmigrasi merupakan kewajiban bangsa Indonesia dalam membangun Indonesia, pandangan-pandangan negatif harus disingkirkan dengan konsepsi penyelenggaraan yang dan fakta yang benar. Transmigrasi adalah masalah negri Indonesia dan bagian dari hak membangun bangsa dan negara”. Maka program transmigrasi sendiri sudah dimasukkan dalam PELITA oleh pemerintah.

Papua Daerah Yang Terkena Imbas Transmigrasi

Bertolak dari sejarah singkat di atas, Papua menjadi salah satu daerah yang kena imbas program transmigrasi tersebut. Papua dijadikan sebagai salah satu daerah yang termasuk dalam arena program transmigrasi dan sudah-sedang mendapat jatah para transmigran sejak pra-PELITA. Beberapa daerah dan bahkan kini hampir di seluruh Papua, menjadi tujuan dari program ini. Sepertinya mengalir bagaikan air. Para transmigran didatangkan dari tahun-ke tahun, memenuhi daerah Papua.

Menjadi pertanyaan rakyat asli Papua sendiri mau dikemanakan? Karena pengalaman dan bakan kenyataan membuktikan bahwa transmigrasi menimbulkan dampak negatif bagi rakyat asli. Mereka diasingkan dipelosok-pelosok yang sangat tidak dapat dijangkau oleh pemerintahan atau pun gereja. Di sini terjadi kesenjangan di segala bidang, ekkonomi, kebudayaan, sosial dll. yang sangat mendalam dalam kehidupan mereka.

Seperti yang terbukti bahwa dengan masuknya trasnmigrasi di Papua mulai dibukanya industri-industri yang membunuh mental orang Papua. Orang Papua yang dulunya tahu berkebun atau berburu, sudah melupakan akan hal itu. Karena mereka sangat tertarik bekerja di Industri-industri yang banyak menyerap tenaga kerja.

Pengaruh Transmigrasi Terhadap Masa Depan Budaya Papua

Adanya transmigrasi di Papua menimbulkan problema, karena para transmigran datang dengan budayanya sendiri, yang tidak sesuai dengan budaya setempat (Papua). pertemuan dua budaya ini mau tidak mau, suka tidak suka menghasilkan benturan.

Dari pihak Papua akan sangat tidak menerima budaya yang tidak sesuai dengan budaya hidup mereka, karena merasa budaya baru bukan budaya hidup mereka. Tetapi juga dari pihak transmigran akan sulit menyesuaikan secara cepat budaya setempat, sehingga ingin menerapkan budayanya. Situasi ini harus diperhatikan oleh pemerintah yang memprogramkan transmigrasi. Situasi seperti ini tidak bisa mengorbankan yang satu dengan lain, karena budaya adalah kebiasaan hidup yang sudah melekat dan memang sulit dilepaskan dalam sedetik saja. Tetapi kenyataannya pemerintah sepertinya mengorbankan budaya asli dan mengusahakan untuk mencari budaya baru yang menjamin kehidupan mereka. ini sebuah dosa yang tidak dapat ditolak yang harus ditanggung oleh pemerintah dari zaman ke zaman.

Pemerintah mesti bertanggung jawab atas budaya baru yang sama sekali tidak dikenal oleh masyarakat setempat maupun masyarakat trasmigran. Karena transmigrasi sama saja dengan membunuh budaya asli dan mengikuti budaya baru yang tidak dikenal oleh kedua kubu budaya. Mental budaya yang dihidupi dengan hasil meramu, berkebun, beternak dan sebagainya, dialihkan dengan mental industrialisasi atau sebagainya. Ini boleh dikatakan pembunuhan mental maupun fisik secara terselubung yang sadis, bagi genari-generasi baru. Karena pasti mereka akan lupa secara mental maupun lemah secara fisik untuk mengulangi budaya lama yang ada, maka budaya itu akan tinggal nama saja.

Catatan Kritis: Progam Transmigrasi

Hal pertama, seperti yang sempat saya singgung di atas, pemerintah kurang sadar akan benturan budaya yang sangat mendasar sampai menelan korban, bagi pihak setempat. Tetapi bagi para transmigran tidak menjadi masalah, karena mereka dikawal aparat bersenjata yang datang menakut-nakuti masyarakat lokal. Akhirnya bagi masyarakat lokal, untuk melangsungkan hidupnya pun mengalami ketakutan karena ditakuti. Hal seperti ini, menimbulkan pembunuhan mental bagi orang setempat. Ini kurang disadari oleh pihak-pihak berwenang.

Hal kedua, selain benturan budaya yang tidak diperhatikan pemerintah, juga terjadi kurang bahkan tidak diperhatikan secara menyeluruh ganti rugi atas tanah adat atau hak kepemilikan tanah. Karena itu masyarakat lokal merasa sesal dengan hal itu, sehingga tidak mengherankan jika dalam kenyataan yang sering kita lihat, dengar atau alami sendiri, yakni adanya pemalangan dll. Ini bukan karena apa-apa, tetapi tanah adat mereka tidak dituntaskan secara bijaksana oleh pemerintahan.

Hal ketiga, pembukaan lahan secara besar-besaran bersamaan dengan pemekaran-pemekaran yang membabibuta oleh pemerintah untuk pemukiman para trans. Pembukaan lahan yang demikian sangat mengganggu ketentraman hidup dan kepercayaan tradisional orang Papua terhadap roh-roh leluhur. Roh-roh leluhur mereka yang menempati gunung-gunung, batu besar, pohon besar/rindang. Tempat itu diangap sebagai suci atau sakral, sehingga tidak sembarang orang memasuki areal itu, selain mereka yang memiliki hak untuk masuk. Ditempat-tempat itulah, ketika mereka mengalami kesulitan hidup mereka akan ke sana untuk meminta peertolongan. Dengan adanya program trangmigrasi, sepertinya diusir oleh Pemerintah dengan pembukaan lahan yang tidak memperhitungkan hal ini.

Akibatnya, masyarakat setempat menjadi korban, karena relasi mereka dengan roh-roh itu retak. Karena itu, mereka diberi hukuman yang besar. Maka jika masyarakat setempat ada yang sakit dan meninggal tanpa sebab musabab yang jelas, mereka akan memprediksi secara spontan bahwa itu disebabkan oleh roh-roh leluhur. Roh-roh ini marah kepada masyarakat lokal bukan, karena tempatnya dirusakkan, walaupun bukan mereka yang merusaknya. Maka ini sering mereka lakukan upacara adat untuk memulihkan relasi yang ditimpa bencana oleh pihak yang tidak manusiawi itu.

Catatan Kritis: Terhadap Budaya Papua

Kalau kita mengamati secara teliti program transmigrasi di Papua banyak mendatangkan aspek negatif, jika dibandingkan dengan aspek positif. Aspek positif sangat tidak nampak kepada masyarakat lokal. Program transmigrasi dengan membuka lahan secara besar-besaran tidak membawa perkembangan tetapi kemunduran. Karena para trasnmigran datang membawa kedamaian, melaikan konflik yang berkepanjangan kepada masyarakat lokal. Tanah mereka “dirampok, diperkosa, dijadikan milik secara semena-menanya sendiri dan sebagainya”

Hal lain, budaya Papua semakin hancur. Berada diambang pemusnahan. Lihat saja dengan adanya transmigrasi orang asli mengukuti budaya baru sehingga melupakan budayanya, karena mereka dipengaruuhi oleh budaya instan. Bahasa daerah dilupakan dan mempelajari bahasa Indonesia. Kalau ditanya kepada orang Papua untuk berbahasa daerah, mereka akan menjawab kami tidak tahu. Juga dalam hal lain. Hal ini harus disadari oleh pemerintah Daerah bahwa budaya Papua sedang menuju kepunahan, maka perlu melestarikan budaya lokal yang ada sejak dahulu itu. karena jika dikaji secara mendalam, sepertinya budaya Papua dengan sendirinya sedang menuju kepunahan. Juga manusianya.

                                                      
===================================================================

Di odeida taman keheningan ,damabagata,yupiwo deiyai .05-03-2015/07:27 :wpb
Publikasi and writing by ,amoye abatabiy wempi doo
=======================================

Posting Komentar

0 Komentar